BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jambu Biji
Jambu biji adalah salah satu tanaman buah jenis perdu, dalam bahasa Inggris disebut Lambo guava. Tanaman ini berasal dari Brazilia Amerika Tengah, menyebar ke Thailand kemudian ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Hingga saat ini telah dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah Jawa. Jambu biji sering disebut juga jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu (Anonymousa, 2011).
Buah ini sangat kaya sumber serat larut (5,4 g per 100 g buah, sekitar 14% dari kebutuhan harian), yang membuatnya menjadi pencahar massal yang baik. Kandungan serat membantu melindungi usus besar selaput lendir dengan mengurangi waktu terkena racun serta mengikat bahan kimia penyebab kanker di usus besar (Anonymous, 2010).
Jambu batu (Psidium guajava) adalah tanaman tropis yang memiliki buah yang berwarna hijau dengan daging buah berwarna putih atau merah dan berasa asam-manis. Buah jambu batu dikenal mengandung banyak vitamin C. Vitamin C sangat penting untuk sintesis kolagen dalam tubuh. Kolagen adalah protein struktural utama dalam tubuh diperlukan untuk menjaga integritas pembuluh darah, kulit, organ, dan tulang (Anonymous, 2010).
2.2 Panen Jambu Biji
Kebanyakan buah-buah segar dipanen secara manual kemudian dimasukkan ke dalam keranjang penampung sementara, dan kemudian ditempatkan atau dikumpulkan di suatu tempat dekat lapang penanaman. Pemanenan dilakukan terhadap buah-buah yang telah menunjukkan criteria yang ditetapkan. Penetapan ini sangat terkait dengan tujuan dan jarak pemasaran. Namun demikian, pemanenan pada kondisi matang optimal merupakan kondisi terbaik bagi buah-buah agar diperoleh kualitas buah masak yang maksimal. Kondisi atau indek panenan untuk buah telah dijelaskan pada bab khusus di depan (Santoso, 2011).
2.2.1 Ciri dan Umur Panen
Buah jambu biji umumnya pada umur 2-3 tahun akan mulai berbuah, berbeda dengan jambu yang pembibitannya dilakukan dengan cangkok/ stek umur akan lebih cepat kurang lebih 6 bulan sudah bisa buah, jambu biji yang telah matang dengan ciri-ciri melihat warna yang disesuikan dengan jenis jambu biji yang ditanam dan juga dengan mencium baunya serta yang terakhir dengan merasakan jambu biji yang sudah masak dibandingkan dengan jambu yang masih hijau dan belum masak, dapat dipastikan bahwa pemanenan dilakukan setelah jambu bewarna hijau pekat menjadi muda ke putih-putihan dalam kondisi ini maka jambu telah siap dipanen (Anonymousa, 2011).
2.2.2 Cara Panen
Cara pemanenan yang terbaik adalah dipetik beserta tangkainya, yang sudah matang (hanya yang sudah masak) sekaligus melakukan pemangkasan pohon agar tidak menjadi rusak, waktunya setelah 4 bulan umur buah kemudian dimasukkan ke dalam keranjang yang dibawa oleh pemetik dan setelah penuh diturunkan dengan tali yang telah disiapkan sebelumnya, hingga pemanenan selesai dilakukan. Pemangkasan dilakukan sekaligus panen supaya dapat bertunas kembali dengan baik dengan harapan dapat cepat berbuah kembali (Anonymousa, 2011).
2.2.3 Periode Panen
Periode pemanenan setelah buah jambu biji dilakukan pembatasan buah dalam satu rantingnya kurang lebih 2-3 buah, hal ini dimaksudkan agar buah dapat berkembang besar dan merata. Dengan sistem ini diharapkan pemanenan buah dapat dilakukan dua kali dalam setahun (6 bulan) atau sekitar 2-3 bulan setelah berbuah, dengan dicari buah yang masak, dan yang belum masak supaya ditinggal dan kemudian dipanen kembali, catatan apabila buah sudah masak tetapi tidak dipetik maka akan berakibat datangnya binatang pemakan buah seperti kalong, tupai dll (Anonymousa, 2011).
2.3 Pasca Panen Jambu Biji
Penanganan buah dilakukan untuk tujuan penyimpanan, transportasi dan kemudian pemasaran. Langkah yang harus dilakukan dalam penanganan buah setelah dipanen meliputi pengumpulan, pemilihan (sorting), pemisahan berdasarkan umuran (sizing), pemilihan berdasarkan mutu (grading), penyimpanan, kemudian pengemasan dan pengangkutan (Anonymousa, 2011).
2.3.1 Pengumpulan
Setelah dilakukan pemanenan yang benar buah jambu biji harus dikumpulkan secara baik, biasanya dikumpulkan tidak jauh dari lokasi pohon sehingga selesai pemanenan secara keseluruhan. Hasil panen selanjutnya dimasukkan dalam keranjang dengan diberi dedauan menuju ke tempat penampungan yaitu dalam gudang/gubug (Anonymousa, 2011).
2.3.2 Sorting
Pemilihan terhadap buah dilakukan untuk memisahkan buah-buah yang berbeda tingkat kematangan, berbeda bentuk (mallformation), dan juga berbeda warna maupun tanda-tanda lainnya yang merugikan (cacat) seperti luka, lecet, dan adanya infeksi penyakit maupun luka akibat hama (Santoso, 2011).
2.3.3 Sizing
Pengukuran buah dimaksudkan untuk memilah-milah buah berdasarkan ukuran, berat atau dimensi terhadap buah-buah yang telah dipilih (proses di atas – sorting). Proses pengukuran buah dilakukan secara manual maupun mekanik. Kalau pekerjaan ini dilakukan secara mekanik, maka persyaratan perlatan seharusnya memiliki kapasitas yang tinggi, memiliki ketepatan (akurasi), dan tidak menyebabkan luka pada buah (Santoso, 2011).
2.3.4 Grading
Pada tahapan ini, buah-buah dipilah-pilah berdasarkan tingkatan kualitas pasar (grade). Tingkatan kualitas dimaksud adalah kualitas yang telah ditetapkan sebagai patokan penilaian ataupun ditetapkan sendiri oleh produsen (Santoso, 2011).
2.3.5 Penyimpanan
Penyimpanan jambu biji biasanya tidak terlalu lama mengingat daya tahan jambu biji tidak bisa terlalu lama dan sementara belum dapat dijual ke pasar ditampung dulu dalam gubug-gubug atau gudang dengan menggunakan kantong PE, suhu sekitar 23-25º C dan jambu dapat bertahan hingga 15 hari dalam kantong PE dan ditambah 7 hari setelah dikeluarkan dari kantong PE, sehingga dapat meningkatkan daya simpan 4,40 kali dibandingkan tanpa perlakuan. Tekanan yang baik adalah - 1013 mbar dan dapat menghasilkan kondisi PE melengket dengan sempurna pada permukaan buah, konsentrasi CO2 sebesar 5,21% dan kerusakan 13,33% setelah penyimpanan dalam kantong PE (Anonymousa, 2011).
Umur segar jambu biji dapat mencapai hingga 2 – 3 minggu bila kondisinya penyimpanan bersuhu 45 – 50º F atau 10 – 12°C dan kelembaban 90%. Kondisi paling ekstrim yang masih memberikan pengaruh baik dari penyimpanan jambu biji ini adalah suhu 7,5°C dengan kelembaban 85 – 90% (Santoso, 2011).
2.3.6 Pengemasan dan Pengangkutan
Jambu biji dengan hasil jual dapat tinggi tidak tergantung dari rasanya saja, tetapi pada kenampakan dan cara pengikatannya, apa bila akan di jual tidak jauh dari lokasi maka cukup dibawa dengan dimasukkan dalam keranjang dengan melalui sarana sepeda atau kendaraan bermotor. Untuk pengiriman dengan jarak yang agak jauh (antar pulau) yang membutuhkan waktu hingga 2-3 hari lamanya perjalanan buah jambu batu dilakukan dengan cara di pak dengan menggunakan peti yang berukuran persegi panjang 60 x 28,5 x 28,5 cm, keempat sudutnya yang panjang dengan jarak 1 cm, sisi yang pendek sebaiknya dibuat dari 1 atau 2 lembar papan setebal 1 cm, karena sisi ini dalam pengangkutan akan diletakkan di bagian bawah, sebaiknya pembuatan peti dilakukan jarang-jarang guna untuk memberi kebebasan udara untuk keluar masuk dalam peti. Sebelumnya buah jambu dipilih dan di pak. Setelah itu disusun berderet berbentuk sudut terhadap sisi peti, yang sebelumnya dialasi dengan lumut/ sabut kelapa, atau bahan halus dan lembut lainnya. Kemudian setelah penuh lapisan atas dilapisi lagi dengan sabut kelapa yang terakhir ditutup dengan papan, sebaiknya kedua sisi panjang dibentuk agak gembung, biasanya penempatan peti bagian yang pendek ditempatkan dibawah didalam perjalanan (Anonymousa, 2011).
2.4 Etilen
Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Etilen dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman hidup, pada waktu-waktu tertentu senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian (Winarno, 1992).
Etilen adalah suatu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan. Disebut hormone karena dapat memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Secara tidak disadari, penggunaan etilen pada proses pematangan sudah lama dilakukan, jauh sebelum senyawa itu diketahui nama dan peranannya (Aman, 1989).
Meskipun sekarang sudah ada bukti-bukti yang cukup meyakinkan yang mendukung pandangan bahwa C2H4 (etilen) itu sesungguhnya merupakan hormon pematangan, namun dalam penelitian dijumpai beberapa kesukaran, diantaranya: selama ini orang belum berhasil menghilangkan seluruh C2H4 (etilen) yang ada dalam jaringan untuk menunjukkan bahwa proses pematangan akan tertunda apabila C2H4 (etilen) tidak ada (Pantastico, 1989).
Buah berdasarkan kandungan amilumnya, dibedakan menjadi buah klimaterik dan buah nonklimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang banyak mengandung amilum, seperti pisang, mangga, apel dan alpokat yang dapat dipacu kematangannya dengan etilen. Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam. Buah nonklimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya sedikit, seperti jeruk, anggur, semangka dan nanas. Pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak dapat memacu produksi etilen endogen dan pematangan buah (Anonymous, 2009).
Proses Klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia yaitu adanya aktivitas enzim piruvat dekanoksilase yang menyebabkan keanaikan jumlah asetaldehid dan etanol sehingga produksi CO2 meningkat. Etilen yang dihasilkan pada pematangan buah akan meningkatkan proses respirasinya (Anonymous, 2009).
Perubahan fisiologi yang terjadi sealam proses pematangan adalah terjadinya proses respirasi kliamterik, diduga dalam proses pematangan oleh etilen mempengaruhi respirasi klimaterik melalui dua cara, yaitu (Anonymous, 2009) :
1. Etilen mempengaruhi permeabilitas membran, sehingga permeabilitas sel menjadi besar, hal tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi dipercepat
2. Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang sintesis protein pada saat itu. Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan dan proses klimaterik mengalami peningkatan enzim-enzim respirasi.
2.5 Respirasi
Hasil pertanian setelah dipanen masih melakukan aktifitas biologis, seperti respirasi. Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk mengetahui daya simpan komoditi pertanian. Pengukuran laju respirasi hasil panen komoditi pertanian seperti buah-buah atau sayur dapat diukur dari jumlah karbondioksida yang diproduksi atau oksigen yang dikonsumsi dalam suatu kemasan selama penyimpanan (Winarno dan Aman, 1981).
Respirasi adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbihidrat, protein dan lemak yang akan menghasilkan CO2, air dan sejumlah besar elektron-elektron. Dalam proses respirasi beberapa senyawa penting yang yang dapat digunakan untuk mengukur proses ini adalah glukosa, ATP, CO2 dan O2 (Winarno dan Aman, 1981).
2.6 Controlled Atmosphere Storage (CAS)
Modifikasi kadar udara dalam ruang penyimpanan bersama dengan pengaturan temperatur dan kelembaban merupakan metode penyimpanan atmosfer terkontrol (Controlled Atmosphere Storage) dalam menyimpan hasil pertanian agar lebih tahan lama. Modifikasi kadar udara yaitu pengendalian kadar oksigen dan karbon dioksida di dalam ruangan penyimpanan, umumnya yang dilakukan adalah meningkatkan kadar karbon dioksida dan menurunkan kadar oksigen. Hal ini perlu dilakukan karena tumbuhan berespirasi dengan oksigen dan berfotosintesis dengan karbon dioksida (Fauzillah, 2010).
Penyimpanan komoditas hortikultura dalam ruang penyimpanan, dimana kadar oksigen dan karbon dioksida dalam atmosfer/udara dikontrol secara teliti, pada suhu rendah dan RH tinggi disebut teknik penyimpanan kontrol atmosfer (KA). Sebaliknya komposisi udara dalam ruang penyimpanan kurang terkontrol disebut teknik modifikasi atmosfer (Smock, 1979). Secara umum penyimpanan buah pada udara tipis (rendah oksigen) berkisar 2-5% O2 dan CO2 pada kadar yang sama dengan suhu ruang 12 –15° C untuk jenis buah tropis dan 0-5° C untuk buah dingin (Kader, 1980).
DAFTAR PUSTAKA
Ageng, Innaka. 2011. Respirasi Faktor Internal dan Lingkungan. http://comes.umy.ac.id/file.php/1/arsip/Resources_ppt/pasca/Respirasi.ppt diakses tanggal 24 Mei 2011 22:49
Aman, M. 1989. Fisiologi Pasca Panen. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Anonymous. 2009. Pemasakan Buah. http://wordbiology.wordpress.com/2009/01/20/pemasakan-buah/ diakses tanggal 25 Mei 2011 19:30
Anonymous. 2010. Nilai Kandungan Gizi dan khasiat Jambu Biji – Guava. http://eemoo-esprit.blogspot.com/2010/10/niali-gizi-dan-khasiat-jambu-biji-guava.html diakses tanggal 24 Mei 2011 20:06
Anonymousa, 2011. Jambu Biji / Jambu Batu. http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/jambu_biji.pdf diakses tanggal 24 Mei 2011 20:00
Anonymousb. 2011. Recommended Storage Temperature and Relative Humidity Compatibility Groups. http://ohioline.osu.edu/fresh/Storage.pdf diakses tanggal 24 Mei 2011 22:36
Fauzillah. 2010. Mepertahankan Kesegaran Sayur dan Buah. http://agromeka.wordpress.com/2010/10/09/mepertahankan-kesegaran-sayur-dan-buah-modified-atmosfer-dan-crisping/ diakses tanggal 26 Mei 2011 18:01
Kader, A.A. 1980. Prevention Of Ripening Fruits By Use Of Controlled Atmospheres. Food Technology :51-54
Muchtadi, Deddy. 1992 Fisiologi Pasca Panen Sanyuran dan Buah-Buahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor: Bogor
Pantastico. 1989. Fisiologi Pasca Panen. UGM: Yogyakarta
Santoso, Bambang. B. 2011. Penanganan Pasca Panen Buah. http://fp.unram.ac.id/data/DR.Bambang%20B%20Santoso/BahanAjar-PascapanenHortikultura/BAB-8-Pasca-Panen-Buah.pdf diakses tanggal 24 Mei 2011 20:32
Smock, R.M. 1979. Controlled Atmospheric Storage Of Fruits. Horticultural Reviews. AVI. Westport, Conn. 1:301-326
Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Winarno F. G. Dan M Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. PT. Sastra Hudaya: Jakarta